Minggu, 22 Maret 2015

Cara Cepat Menjadi Kaya

Cara Cepat Menjadi Kaya

Institute Sang Pemberontak menggelar diskusi terbatas agar seseorang bisa cepat mendapatkan kekayaan. Diskusi d'lakukan dua kali dalam seminggu, yang pertama d'Kos'an Gokil Institute dan yang kedua d'Warung Angkringan Nasi Kucing. Berikut beberapa kesimpulannya:

1. Perbaiki mental

Orang yang ingin cepat kaya harus segera tahu bahwa ‘rajin menabung’ tidak ada hubungannya dengan ‘sikap pelit’. Anda bisa rajin menabung sekaligus royal kepada keluarga dan teman, sekaligus suka bersedekah.

Pilihlah sikap: jangan pikirkan berapa yang Anda keluarkan, tapi pikirkan berapa banyak yang harus Anda dapatkan. Kalau punya uang 100.000 rupiah, jangan diirit dengan makan mie instan supaya uang tersebut bisa untuk hidup seminggu. Tapi justru Anda perlu mentraktir teman terbaik di kedai kopi yang nyaman untuk ngobrol rileks sehingga punya inspirasi mendapatkan uang begitu usai ngopi.

2. Pilihlah pasangan yang tepat

Pikirkanlah bahwa menikahi janda atau duda yang kaya bukanlah kejahatan. Terlebih ketika Anda mencintainya. Kejahatan adalah ketika Anda menikahi suami atau istri orang.
Memilih anak orang tajir untuk Anda nikahi juga bukan perbuatan kriminal. Lakukan atas dasar suka sama suka. Apalagi jika Anda disayang mertua yang kaya itu. Sekali lagi camkan: punya mertua tajir bukan tindakan kriminal.

Menikahi perempuan atau laki-laki mapan juga bukan hal yang buruk. Bahkan cenderung keren. Tentu Anda termasuk orang yang beruntung jika mencintai pasangan yang mapan dan dia juga mencintai Anda. Apalagi cintanya pada Anda dua kali lipat dibanding cinta Anda padanya.

3. Jangan salah memilih orangtua

Kalau tepat memilih orang tua, Anda tidak perlu menunggu dewasa dan bekerja untuk cepat menjadi kaya. Jika Anda punya orangtua seperti Dahlan Iskan, Chairul Tanjung, Jokowi, Jusuf Kalla dan sederet orang kaya lain, jelas itu menguntungkan hidup Anda dalam hubungannya dengan kekayaan.

Soal bahwa ternyata Anda bukan anak mereka atau Anda tidak bisa memilih siapa orangtua Anda, itu bukan urusan Sang Pemberontak Institute. Hal tersebut semata urusan Tuhan yang Maha Esa. Coba konsultasikan dengan Ia kalau Anda masih penasaran.

http://mojok.co/2014/09/cara-cepat-menjadi-kaya/

Sabtu, 21 Maret 2015

Jilbab Rini Soemarno dan Khalifah Umar

Jilbab Rini Soemarno dan Khalifah Umar

Menarik bagaimana sepotong kabar bisa membakar akal sehat dan daya kritis seseorang. Sebuah surat kabar menulis headline bahwa Menteri BUMN Rini Soemarno melarang pemakaian jilbab. Lebih tepatnya ditulis begini “Astaga, Menteri BUMN Larang Wanita Pakai Jilbab ke Kantor”. Sumber beritanya? cuitan seseorang bernama @estiningsihdwi di akun twitternya. Seperti bola liar tulisan ini menyebar tanpa dapat dihentikan, meski jika dibaca benar-benar tidak ada larangan wanita untuk pakai jilbab, dalam badan tulisan berita itu sendiri tertulis: “Larangan memakai jilbab panjang atau syar’i di kantor BUMN.”
Tapi tentu saja ini tidak penting, yang penting adalah seorang menteri Jokowi telah melarang wanita untuk pakai jilbab. Habis perkara.

Dalam Sembilan Elemen Jurnalisme yang ditulis oleh Bill Kovach dan Tim Rosenstiel. Kovach pernah secara khusus menyatakan kekawatiran mengenai verifikasi publik terhadap suatu berita. Ia percaya bahwa jurnalisme adalah alat demokrasi, tapi masalahnya tak ada alat yang efektif bagi publik untuk bisa terlibat dalam proses verifikasi secara profesional. Sepintar apapun publik, tulis Kovach, mereka bukan orang-orang yang terlatih untuk melakukan kerja-kerja verifikasi seperti jurnalis profesional.

Margiyono dalam Media Baru, Etika Baru? mengatakan, media adalah ruang tempat kontestasi berbagai kepentingan dimana banyak kelompok kepentingan yang berusaha mempengaruhi isi media dan mereka itu yang paling aktif berpartisipasi. Hal in bisa membuat media pers “dibajak” oleh kelompok-kelompok kepentingan dan akhirnya kredibilitas suatu berita akan hancur. Maka, sebuah verifikasi independen merupakan hal mutlak untuk menjamin bahwa informasi yang disajikan media bersifat kredibel.

Masalahnya adalah, tidak semua orang mau melakukan verifikasi—atau  dalam Islam, Tabayyun. Perlu akal yang sehat, hati yang bersih dan otak yang bekerja dengan baik agar tabayyun bisa dilakukan. Singkatnya, verifikasi atau tabayyun adalah pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang waras.

Dalam pemberitaan itu tidak tertulis jelas di mana BUMN yang dimaksud, di mana ia disebarkan dan yang paling pokok: lembaga apa yang punya otoritas melakukan hal itu. Hingga 24 jam berita itu tersebar dan banyak dikutip oleh media-media online, tak ada satu jurnalis pun yang punya niatan untuk melakukan verifikasi dengan menteri yang dimaksud. Banyak media yang malah menuliskan berita tokoh agama, atau pendapat politisi lain, ketimbang melakukan kerja jurnalistik verifikasi terhadap sumber berita terkait.

Tapi tentu saja ini perkara yang sah-sah saja. Ini adalah negara yang sigap memberikan status tersangka kepada pimred atas nama penistaan agama. Sementara koran semacam Obor Rakyat kasusnya menguap entah ke mana. Ini adalah negara yang membiarkan seorang wartawan bernama Udin dibunuh karena berita. Sementara kelahiran anak anggota DPR lebih penting daripada kasus pemukulan ibu-ibu petani Rembang oleh oknum aparat.

Mungkin benar kata guru saya, Rusdi Mathari, “Di negeri ini, wartawan adalah pekerjaan yang lebih dekat dengan fitnah daripada pekerjaan lainnya.”
Ini juga bukan pertama kali kita mendengar perihal pelarangan pemakaian jilbab. Jika mau jujur dan mau membaca, pada zaman Kalifah Umar Bin Khatab seorang budak perempuan kedapatan mengenakan jilbab. ‘Umar pun marah besar dan melarang seluruh budak perempuan untuk memakai Jilbab. Peristiwa di atas dituliskan oleh Ibrahim bin ‘Umar al-Biqa’iy (w. 885 H) dalam karangannya, Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar. Lebih jauh lagi pelarangan Umar itu diungkapkan lebih eksplisit dalam kitab Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah.

Tentu kita bisa berdebat, bahwa peristiwa ini dhaif, atau bahkan berpendapat ya sah-sah saja budak dilarang pakai jilbab karena bukan perempuan merdeka. Namun jika argumen Anda adalah peristiwa ini dhaif, maka akan banyak kitab yang terimplikasi palsu padahal para penulisnya adalah mujtahid yang keilmuannya diakui. Namun jika beragrumen relasi budak dan manusia merdeka, maka secara tersirat anda mengatakan bahwa ada strata dalam Islam yang kaitannya dengan keimanan.

Ini bukan perkara halal-haramnya seseorang menggunakan Jilbab. Tapi perkara bagaimana menyikapi persoalan dengan kepala dingin. Jika Menteri Rini terbukti melarang penggunaan jilbab, maka ia perlu diturunkan, karena melarang seseorang untuk menjalani rukun keyakinan agamanya. Tidak ada orang yang berhak melarang orang untuk menggunakan jilbab sesuai dengan keyakinannya, sama dengan tidak ada orang yang berhak memaksakan seseorang memakai jilbab atas nama syariat.

http://mojok.co/2014/12/jilbab-rini-soemarno-dan-khalifah-umar/

Rabu, 18 Maret 2015

peranan pendidikan anak usia dini

PERANAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI SEBAGAI SATUAN PENDIDIKAN NON FORMAL DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK


Pendidikan Anak Usia Dini yang merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan non formal dengan menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang d’lalui oleh anak usia dini.

Oleh karena itu, Pendidikan Anak Usia Dini memegang peranan penting dalam pendidikan anak. Melalui Pendidikan Anak Usia Dini, anak dapat d’didik oleh gurunya dengan metode dan kurikulum yang jelas. Mereka dapat bermain dan menyalurkan energinya melalui berbagai kegiatan fisik, sepak bola, bulutangkis, volli, basket, musik, atau keterampilan tangan. Dapat belajar berinteraksi secara interpersonal dan intrapersonal. Kepada mereka secara bertahap dapat d’kenalkan huruf atau membaca, lingkungan hidup, pertanian, dan bahkan industri. Pengenalan itu tidaklah berlebihan, karena dalam penyampaiannya d’sesuaikan dengan dunia anak, yakni dunia bermain.

Bapak dan Ibu

Orang Tuaku Sayang

d'saat daku tua

DI SAAT DAKU TUA, BUKAN LAGI DIRI KU YANG DULU.
maklumilah diriku, bersabarlah dalam menghadapiku.

DISAAT DAKU MENUMPAHKAN KUAH SAYURAN DI BAJUKU
DISAAT DAKU TIDAK LAGI MENGINGAT CARA MENGIKAT TALI SEPATU.
ingatlah saat-saat daku mengajarimu, membimbingmu untuk melakukanya.

DISAAT SAYA DENGAN PIKUNYA MENGULANG TERUS MENERUS UCAPAN YANG MEMBOSANKAN.
bersabarlah mendengarkan ku, jangan memotong ucapanku, d'masa kecilmu, daku harus mengulang dan mengulang terus sebuah cerita, ribuan kali hingga diri mu terbuai dalam mimpi.

DISAAT SAYA MEMBUTUHKANMU UNTUK MEMANDIKANKU.
jangan menyalahkanku, ingat d'masa kecilmu, bagaimana daku dengan berbagai cara membujukmu untuk mandi.

DISAAT SAYA KEBINGUNGAN MENGHADAPI HAL-HAL BARU DAN TEKNOLOGI MODERN.
jangan menertawaiku, renungkanlah bagaimana daku dengan sabarnya menjawab setiap "mengapa" yang engkau ajukan saat itu.

DISAAT DUA KAKIKU TERLALU LEMAH UNTUK BERJALAN
ulurkanlah tanganmu yang muda dan kuat untuk memapahku, bagaikan d'masa kecilmu daku menuntunmu melangkahkan kaki untuk belajar berjalan.

DISAAT DAKU MELUPAKAN TOPIK PEMBICARAAN KITA.
Berilah sedikit waktu untuk aku meningatnya. Sebenarnya, topik pembicaraan bukanlah hal yang penting bagiku, asalkan engkau berada di sisiku untuk mendengarkanku, daku telah bahagia.

DISAAT ENGKAU MELIHAT DIRIKU MENUA,JANGANLAH BERSEDIH.
Maklumilah diriku, dukunglah daku, bagaikan daku terhadapmu d'saat engkau mulai belajar tentang kehidupan.

Semua kalimat-kalimat tersebut saya baca d'salah satu produk tertentu.
D'masa tua,kedua orang tua kita ada 1 hal yang tidak d'inginkan yaitu kesepian dan ada 2 hal yang mereka pinta d'temani dan d'perhatikan. D'masa tua, sikappun berubah kembali kemasa kanak-kanak lagi, cerminan waktu kita kecil. Betapa sabarnya orang tua menghadapi kenakalan kita, betapa setianya mendampingi kita, betapa usahanya mereka untuk memenuhi semua kebutuhan kita. D'saat kita merengek minta jajan, mama/bapak merelakan uang belanja seharinya, asal anaknya senang.

Tapi d'saat mereka tua dan terus menua dan anak-anaknya tumbuh dewasa, gagah dan cantik. Mulai menempuh kehidupan baru dan membangun keluarga yang baru. Sibuk dengan pekerjaan dan hal-hal yang lain. Ingatkah kita pada kedua orang tua kita, pernah berpikir apa saja yang mereka lakukan ketika kita tinggalan di rumah tuanya bersama kesepian. Apalagi salah satunya telah pergi dan mama/bapak kita pun harus hidup dalam kesendiriannya. Apakah setiap harinya ada kalimat apa kabar pak/bu? Atau hanya sekedar meneleponnya untuk tau kondisinya? Walau pun mama/bapak kita akan terus bilang ibu/bapak baik-baik saja.

Tapi itu yang mereka butuhkan kasih sayang dan perhatian dari anaknya. Mereka tidak membutuhkan uang-uang kita, malah kita yang selalu membutuhkan uang-uang mereka. Mereka tidak membutuhkan pembantu, suster bahkan perawat untuk menjaganya, Mereka hanya ingin d'temani dan perhatikan anaknya.
D'saat mereka baru saja bicara, baru bilang NAK saja, kita sudah memotong pembicaraanya dan bilang aku sedang sibuk, bicara nanti saja. Saya tidak ada waktu, kalau membutuhkan apa-apa bilang pembantu. Jawabannya sudah seperti operator telepon saja.

Pantaskah seperti itu, Hay ingat mama/bapak kita belum bicara apa-apa. Mungkin mereka hanya ingin di dengarkan, agar terus bersama kita. Dan jangan salahkan mereka, ketika menganggap anak-anak sudah tak sayang dan peduli dan berpikir pilihan tinggal d'panti jompo yang terbaik, karena d'sana ada teman berbagi, Walau sebenarnya mereka tak mengingankan itu dan terpaksa. Tapi alangkah bodohnya jika kita membiarkanya atau bahkan bilang "mama/bapak tinggal d'panti jompo saja, saya tak ada waktu untuk mama/bapak, urusan saya banyak, dari pada kesepian lebih baik mama/bapak tinggal d'panti saja!. Dan mama/bapak kita hanya bisa bilang; ya sudahlah nak, apa yang menurut mu baik saja". Coba kalau ia bilang, waktu kamu kecil sesibuk apapun aku tak menyuruhmu tinggal d'panti asuhan.

Dan dengan janji akan datang tiap minggu / bulannya tapi tak kunjung datang.
Apakah salah ketika kedua orang tua kita menginginkan bersama anaknya sampai akhir hidupnya.
Jadi luangkanlah waktu untuk keduanya walau hanya sebentar itu akan membuat mereka bahagia,  anggap saja sebagai balas budi kita atau anggap saja sebagai ladang amal kita ke surga, walau hal itu kedenggarannya cukup egois.

d'saat daku menuntunmu menapaki jalan kehidupanmu, kini temanilah daku hingga akhir hayatku. berilah daku cinta kasih dan kesabaranmu. daku akan menerimannya dengan penuh syukur. d'dalam senyumanku ini, tertanam kashku yang tak terhingga padamu. kasih sayangku padamu sampai akhir dari kehidupanku.
I love you anakku . . .
I love you to bapak/ibuku . . .