Pembangunan perkotaan yang terencana matang, dan keterpaduan program
antardinas rupanya masih menjadi sesuatu yang langka di Kota Semarang.
Ketidakadaan sinkronisasi ini menimbulkan kesan masing-masing dinas
berjalan sendiri-sendiri tanpa ada perencanaan bersama. Pada akhirnya,
pembangunan yang dilaksanakan dianggap tidak maksimal.
Dampak lain adalah SKPD sulit menjalankan program, sehingga
penyerapan anggaran menjadi minim. Dari dahulu sampai sekarang kita
sering dibuat jengkel dengan masalah perbaikan jalan. Jalan yang sudah
mulus diaspal, kemudian dibongkar lagi untuk memperbaiki saluran atau
menanam jaringan kabel. Setelah pekerjaan itu selesai, pembenahan jalan
dan pembersihan material terkesan seenaknya.
Mengapa tidak dibuat dahulu saluran atau jaringan itu sebelumnya,
baru kemudian jalan diaspal? Mengapa pekerjaan tidak bisa direncanakan
dengan baik? Yang terakhir adalah ketidakterpaduan antara pembangunan
jalan dengan drainase.
Padahal pembangunan jalan yang baik harus dilengkapi pembenahan
sistem drainase agar saat hujan air tidak menggenangi jalan-jalan
tersebut. Ketiadaan drainase atau saluran air yang buruk menjadi
penyebab banjir dan ketidakmaksimalan kualitas jalan.
Sebaik apa pun jalan yang dibangun, jika terlalu sering terendam air
maka dikhawatirkan akan segera kembali rusak. Contoh pembangunan jalan
yang tak disertai pembenahan drainase adalah di Kecamatan Genuk,
misalnya di Muktiharjo Lor, Jalan Padi Raya, dan Genuksari.
Jalan Muktiharjo di dekat palang pintu kereta api Jalan Kaligawe Raya
yang sudah dibeton itu lebih sering terendam air. Air tak bisa mengalir
ke mana pun, karena tidak ada saluran memadai dan terhambat dinding
pembatas rel. Jalan lain yang segera butuh drainase adalah Jalan
Kedungmundu Raya-Jl Tentara Pelajar.
Ketimpangan aktivitas pengerjaan proyek antardinas ini harus segera
diantisipasi. Di satu sisi Dinas Binamarga Kota melakukan banyak
kegiatan pembangunan dan perbaikan jalan, namun di sisi lain Dinas
PSDA-ESDM belum mengimbangi dengan pembenahan saluran dan sungai.
Padahal persoalan rob dan banjir selama ini disebabkan oleh
ketidakoptimalan sistem drainase dan fungsi sungai. Banyak sungai
mengalami pendangkalan dan sistem drainase yang buruk . Rupa-rupanya
diperlukan lembaga yang mampu mengoordinasikan pekerjaan pembangunan
perkotaan ini.
Kalau sudah ada, maka fungsi lembaga itu perlu lebih dioptimalkan.
Seharusnya Bappeda yang bertindak sebagai leading sector, mampu
membangun keterpaduan antarprogram, sejak dari perencanaan yang
dilaksanakan oleh lembaga tersebut. Lagi-lagi memang dibutuhkan pemimpin
yang kompeten untuk mengurus semua hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar