Kerukunan beragama adalah hidup berdampingan di atas perbedaan
agama yang lebih menekankan kedamaian dan ketenteraman dalam beragama. Pada
saat ini konflik antarumat beragama di Indonesia masih saja terjadi.
Konflik itu muncul dapat disebabkan gesekan keyakinan atau perbedaan
aliran, bahkan sampai pada level perbedaan agama, sehingga memunculkan
clash of religion, seperti yang terjadi di Tolikara, Papua, beberapa
waktu lalu. Kejadian itu dipicu karena anggapan jemaat nasrani yang
merasa terganggu dengan speaker masjid saat salat id. Kondisi ini
menunjukkan nilai-nilai toleransi beragama di Indonesia yang terkenal
dengan sangat ramah semakin memudar.
Agama oleh
sebagian orang dianggap memegang kunci penting dalam kaitan dengan
kehidupan masyarakat, yakni sebagai faktor integratif yang dapat
mempersatukan umat beragama. Di sisi lain, agama bisa menjadi faktor
disintegrasi. Faktor disintegrasi ini diduga karena agama memiliki
potensi yang melahirkan konflik sosial-keagamaan, baik karena
interpretasi terhadap agama maupun yang sengaja dilakukan atas nama
agama.
Konflik dan kekerasan itu dipicu sikap saling
mencurigai antarumat beragama maupun internal umat. Sikap ini muncul
karena mereka jarang bersosialisasi di antara perbedaan agama. Upaya
untuk saling memahami dan menghargai sangat signifikan dalam kehidupan
sosial keagamaan di Indonesia.
Dalam upaya
mengantisipasi disintegrasi dan konflik kekerasan atas nama agama,
kiranya perlu dilakukan upaya untuk mencapai saling kemengertian seperti
mencari titik persoalan agama yang sedang dihadapinya saat ini. Dialog
antaragama dalam ruang publik diharapkan dapat membangunkan kesadaran
dari umat beragama, bahwa ternyata ada dimensi yang relatif dan absolut
dari setiap agama. Upaya saling kemengertian akan mencerminkan dinamika
kehidupan dan kerukunan beragama di Tanah Air.
Kerukunan
beragama merupakan ciri dasar dari potensi integrasi yang terdapat dari
adanya kehidupan berbagai agama. Namun, tetap mewajibkan kerukunan
hidup beragama atau potensi integrasi. Faktor itu juga bisa didukung
dengan adanya semangat gotong royong, hormat-menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, kerja sama di kalangan intern
umat beragama dan antarumat beragama, serta inklusivitas penganut
agama.
Kultur Toleran
Setidaknya ada
beberapa faktor untuk merajut kerukunan antarumat beragama, dalam
membentuk kultur yang toleran, inklusif terhadap sesama perbedaan agama
yang lain. Pertama, perlu dilakukan revitalisasi lagi mengenai tiga
prinsip kerukunan antarumat beragama. Diperlukan tindakan komunikasi
yang aktif antar-intern umat beragama, dan dengan pemerintah, dalam hal
ini Kementerian Agama. Hal itu bertujuan membina mental dan keagamaan
umat beragama melalui bimbingan-bimbingan yang mengarah kepada
keharmonisan beragama sehingga terjalin saling mengakui, saling percaya,
dan saling menghargai antara agama yang satu dengan yang lain.
Kedua,
membangun kesadaran terhadap setiap pemeluk agama akan arti penting
kerukunan, sebagai upaya menghindarkan pertentangan antaragama, sehingga
tidak menimbulkan destruktivitas yang dapat mengancam umat yang lain.
Kerukunan beragama adalah hidup berdampingan di atas perbedaan agama
yang lebih menekankan damai dan ketenteraman dalam beragama.
Ketiga,
Kementerian Agama harus turut serta dalam membangun bingkai kerukunan
umat beragama dan bahkan melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB),
dengan mendatangkan beberapa tokoh pemuka agama dari Islam, Kristen,
Hindu, Buddha, Konghucu, serta menghadirkan ormas keagamaan dari Majelis
Ulama Indonesia (MUI), Gereja Kristen Indonesia (GKI), NU, dan
Muhammadiyah. Tujuannya bekerja sama membentuk ruang dialog antaragama
dalam menyelesaikan konflik antara agama yang saat ini terjadi di
Indonesia. Institusi-institusi agama juga harus secara konsisten
mendukung kembali tiga prinsip kerukunan, serta memelihara Pancasila
dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia serta
keumatan dalam beragama.
Keempat, pemerintah melalui
Kementerian Agama harus berpartisipasi kembali untuk mengaktifkan FKUB
yang ada di daerah-daerah seluruh Indonesia. Program FKUB dalam
menyelenggarakan dialog antarumat beragama merupakan kepentingan bersama
dalam upaya merajut kembali kerukunan dan keharmonisan dalam beragama.
Kehidupan
beragama yang dinamis merupakan faktor dasar yang bersifat menentukan
bagi terwujudnya stabilitas nasional, persatuan dan kesatuan, kerukunan,
perdamaian dan ketenangan hidup. Kehidupan beragama yang dinamis menuju
terciptanya kerukunan umat beragama sesungguhnya berdampak positif bagi
kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, dengan mewujudkan kembali
kerukunan umat beragama, kebebasan beragama menjadi terjamin dan membuka
peluang untuk selalu mengagungkan agama masing-masing dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Semoga.
24 Juli 2015
www.sinarharapan.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar