BAGAIMANAKAH keterkaitan antara pendidikan karakter dan kemerebakan
perilaku selfie di masyarakat kita? Sebagaimana disepakati, karakter
mulia menjadi hal utama bukan saja di keluarga melainkan juga dalam
sebuah bangsa atau negara.
Tulisan ini bermaksud menautkan pendidikan karakter dengan era
selfie. Saya menyebut era selfie guna menandai masyarakat yang akrab
dengan dunia digital, internet, gadget atau gawai canggih seperti
handphone atau tablet.
Sekaligus suka memamerkan diri, baik secara individu maupun
berkelompok. Keakraban masyarakat dengan internet, membuahkan banyak hal
positif. Namun patut mencermati setidaktidaknya dua hal, yaitu
pornografi dan pengabaian keselamatan diri.
Pornografi memiliki sifat mampu menyesuaikan bentuk dengan
perkembangan zaman. Tahun 1980-an pornografi mewujud lewat buku
stensilan berkertas buram. Sejak kejatuhan Soeharto tahun 1998,
kebebasan mewarnai semua kehidupan.
Terbit tabloid dan majalah bergambar atau berfoto lebih vulgar. Di
masa kini, ketika internet jadi kebutuhan sehari-hari, dengan mesin
pencari seperti Google, cobalah ketik kata yang agak ”hot” maka cerita,
foto, bahkan video yang dimaksud mudah kita dapatkan tautannya. Memang
beberapa diblokir, tetapi masih banyak yang bisa diakses. Yang
mengkhawatirkan, pornografi juga banyak muncul di media sosial seperti
Facebook dan Twitter.
Padahal anak di bawah usia 17 tahun lazim bermedia sosial. Selain
itu, perempuan selalu menjadi objek dan korban eksploitasi. Yang juga
perlu mendapat perhatian adalah pornografi dalam wujud komik dan film
kartun, yang sangat digemari tak saja oleh remaja tapi juga anak-anak
yang masih di bawah umur.
Menurut sumber berita online, sampai akhir 2014 pengguna internet di
Indonesia berkisar 88 juta orang. Pengguna Facebook 69 juta dan Twitter
50 juta. Melihat situasi itu, betapa besar tantangan mendidik karakter
mulia pada era selfie.
Tanggung Jawab
Perihal selfie, setidak-tidaknya ada tiga jenis. Pertama, selfie
wajar, kedua, selfie membahayakan, dan ketiga, selfie pamer tubuh. Dua
yang terakhir perlu mendapat perhatian. Beberapa waktu lalu diberitakan
perilaku memotret diri yang mengakibatkan kecelakaan bahkan hingga
hilangnya nyawa si terpotret. Fenomena itu bukan hanya di Indonesia
melainkan juga di mancanegara. Biasanya, selfie dilakukan semisal di
tebing curam, rel kereta, jalan raya yang padat, atap ged u n g
bertingkat, atau tempat yang berisiko membahayakan keselamatan. Selain
itu, terdapat kebiasaan selfie yang memamerkan bagian-bagian tertentu
tubuh yang semestinya dihormati. Jika pornografi mengancam keselamatan
harga diri, selfie membahayakan dan selfie pamer tubuh cenderung
mengabaikan keselamatan fisik dan harga diri. Terkait dengan dua
penyakit itu, hal yang penting kita tanamkan sekaligus kembangkan adalah
sikap tanggung jawab. Tiap manusia tak hanya memiliki tanggung jawab
pribadi tapi juga tanggung kepada agama, keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara.
Tanggung jawab bukan saja berkait keselamatan fisik, melainkan juga
harga diri dan martabat. Paling tidak, tanggung jawab diukur dari segi
umur. Jika seseorang berumur di bawah tujuh 17 tahun misalnya, belum
pantas untuk menyaksikan hal-hal yang memang belum selayaknya
diketahuinya, sebagaimana menjadi ciri budaya Timur.
Di satu sisi, anak-anak dan remaja memiliki sifat gampang
terpengaruh. Di sisi lain, mereka belum terlalu bisa mengendalikan diri.
Gambar, foto, atau film yang bersifat negatif lebih gampang memengaruhi
perilaku seseorang. Apalagi bila mereka belum dewasa. Tanggung jawab
bermakna bahwa kehidupan tidak saja ada pada hari ini namun juga
dilanjutkan esoknya.
Apa yang dilakukan hari ini akan dilihat dan dirasakan pengaruhnya
pada masa berikutnya, bukan saja oleh diri pribadi melainkan juga oleh
keluarga, teman, masyarakat, serta bangsa dan negara. Orang tua atau
keluarga sepatutnya senantiasa mendampingi dan mengawasi anak-anaknya.
Pengawasan yang terlalu ketat pun akan membelenggu kebebasan dan
kreativitas. Artinya, kebebasan mesti diimbangi tanggung jawab. Paling tidak
tanggung jawab supaya masa depan mereka sebagai generasi penerus
Indonesia bisa lebih baik dari pendahulunya.
Dr Harjito MHum
http://berita.suaramerdeka.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar