Pembangunan negara-negara Asia berhasil berkat kerja keras dan disiplin.
Kondisi tersebut membuat pusat perekonomian dunia bergeser dari Eropa
dan Amerika ke Asia. Sukses ini dipelopori India, kemudian negara-negara
Asia Timur, terutama Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang. Abad
ke-20 merupakan bangkitnya bangsa Asia, berjuang memerdekakan dirinya
dari imperialisme bangsa Barat. Setelah dijajah bangsa Barat
berabad-abad, harga diri bangsa Asia bangkit karena melihat Jepang bisa
memenangkan peperangan terhadap Rusia (bangsa Eropa) dalam Perang Laut
di Selat Tsusima tahun 1905. Pertempuran tersebut terkenal di Jepang
sebagai Nihonkai Kaisen (Pertempuran Laut Jepang)
Selat Malaka
memiliki panjang 805 km atau sekitar 500 mil dan sudah lama menjadi urat
nadi perdagangan dunia. Selain itu, sekitar 40 persen angkutan laut
dunia melintasi selat ini. Selat Malaka merupakan lintasan terdekat dari
Lautan Hindia menuju Lautan Pasifik dan sebaliknya. Saat ini selat
tersebut rata-rata dilalui 60.000 kapal per tahun atau 170 kapal per
hari. Dengan melonjaknya perdagangan di kawasan Asia Timur menuju
kawasan Afrika, Amerika, dan Eropa, selat ini tidak bisa menahan
pelonjakan kenaikan arus perdagangan.
Saat ini jumlahnya
mencapai 19.245,7 juta ton per tahun dengan kenaikan rata-rata 4,3
persen per tahun. Itu belum termasuk petro product sebesar 15,2 juta
barel per hari, melintas dari barat ke timur.
Selat Phillips di muka
Singapura sangat sempit alur pelayarannya. Selat ini memiliki lebar 1,7
km dan yang bisa dilalui sebagai alur pelayaran hanya 1,3 km.
Perkembangan teknologi perkapalan saat ini dalam mencapai skala ekonomis
menggunakan very large conteiner carriers dan very large crude carriers
(VLCC) panjang kapalnya 0,5 km.
Tiongkok juga
punya kebanggaan. Mereka mendambakan bangkitnya legenda “Silk Road”,
dengan menonjolkan kebesaran Tiongkok pada zaman Dinasti Han (206 SM-200
SM). Kala itu, bangsa Tiongkok melakukan perdagangan dan hubungan
diplomatik antarbangsa sejauh 4.000 atau setara dengan 6.437 km.
Perjalanan ini bisa mencapai wilayah Eropa (Roma), kerajaan-kerajaan
Mediterania, dan Timur Tengah.
Konsekuensi
kenaikan perdagangan internasional suatu negara, selalu diikuti
meningkatnya aktivitas angkatan laut negara tersebut sebagai pengawal
angkutan barang dagangannya. Karena itu, kesibukan kapal-kapal angkatan
laut asing di perairan Indonesia akan bertambah sekaligus meningkatkan
ketegangan wilayah dan persaingan perdagangan antar negara-negara besar.
Alternatif lain dalam mengatasi kepadatan Selat Malaka ialah study
shipping dunia memilih Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Wetar (bagi
kapal perang). Cara ini merupakan solusi sesuai Innocent Passage Rules
Psl.53 UNCLOS III tentang Archipelagic Sea Lanes Passage, Part III.
Secara
geografi, Indonesia memiliki empat selat sangat strategis dan merupakan
bagian dari sembilan choke point lalu lintas angkutan laut dunia.
Keempat selat itu adalah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan
Selat Wetar. Selat Malaka merupakan perbatasan laut (sea borderlines)
Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Ketentuan penggunaan alur pelayaran
dan keselamatan navigasi telah diatur sesuai ketentuan Internationale
Maritime Organization (IMO), organisasi di bawah Secretary of United
Nations.
Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat
Wetar sesuai ketentuan UNCLOS III tahun 1982 merupakan wilayah laut
kedaulatan Indonesia. Pengaturan pemakaian lalu lintas lautnya perlu
diatur pemerintah Indonesia sesuai asas dasar wawasan Nusantara. Selat
Lombok dan Selat Sunda sangat cocok dan memenuhi syarat kedalaman dan
lebarnya alur navigasi dari kapal-kapal VLCC dalam economic scale.
Akibatnya, wilayah Internal Water Sea dan Zona Ekonomi Eksklusif
perairan Indonesia terjadi peningkatan lalu lintas kapal-kapal laut.
Peningkatan ini terutama dari Asia Timur menuju Tanjung Harapan, melalui
perairan Indonesia menuju Afrika Barat, Eropa, Amerika Timur, dan
sebaliknya.
Terusan Suez tidak sesuai desain VLCC,
tetapi tetap digunakan sebagai lintasan bagi kapal-kapal ukuran lebih
kecil menuju kawasan Barat dan Timur. Dengan perubahan pusat perdagangan
dan industri dari Benua Amerika dan Eropa beralih ke Benua Asia,
terutama Asia Timur, kedudukan Indonesia secara geopolitik dan ekonomi
dunia menjadi penting. Selain itu, posisi Indonesia menjadi poros
maritim dunia dan perlu dijaga keamanannya sebagai urat nadi
perekonomian. Hal ini dilakukan untuk kepentingan ekonomi dunia,
terutama negara pembeli dan penjual. Karena tanpa melalui alur pelayaran
wilayah Indonesia, biaya angkutan laut akan menaik dan berimbas pada
biaya produksi yang mahal.
Antisipasi
Pemerintah
Indonesia perlu mempersiapkan lembaga-lembaga pemerintah dalam
mengantisipasi perubahan yang terjadi di dunia pada abad ke-21 ini.
Pemerintah perlu mengatur lalu lintas kapal internasional dan nasional
yang beredar di wilayah Indonesia, dalam rangka menjaga kelestarian
kesatuan bangsa sesuai asas Bhinneka Tunggal Ika dan utuhnya kekayaan
alam, baik flora, fauna, serta terhadap kemungkinan pencemaran laut.
Perawatan alur pelayaran dan rambu-rambu lalu lintas laut bagi
keselamatan pelayaran perlu dilakukan.
Dalam menjaga kekayaan
flora, fauna, dan tambang di kawasan perairan laut Indonesia terhadap
kemungkinan polusi, saatnya mengharuskan kapal-kapal untuk menutup
asuransi TOVALOP (Tanker Owner Volutary Agreement Concerning Liability
for Oil Polution) atau asuransi pertanggungan semacam itu, dalam
mengatasi kemungkinan pencemaran minyak. Asuransi ini sudah diterapkan
bagi kapal-kapal dagang yang berlayar melintasi perairan Amerika Serikat
dan negara Eropa.
Indonesia hendaknya membangun pelabuhan besar
di tepi pantai alur pelayaran choke point Selat Malaka, Selat Sunda, dan
Selat Lombok untuk menampung berlabuhnya kapal-kapal VLCC. Pelabuhan
besar ini demi mendukung sistim global shipping operation bagi kebutuhan
ekspor-impor langsung dari mancanegara. Selain itu, pemerintah perlu
membangkitkan perdagangan dan industri domestic, terutama dalam melayani
kebutuhan logistik kapal (ship chandler). Membuka lapangan klerja di
galangan kapal terutama bagi repair and maintenance dan docking service
perlu diadakan. Hal ini juga berkaitan dengan membangkitkan usaha
terminal container, termasuk staffing cargo, cleanning, repair, dan
fumigasi kontainer.
Namun, sangat disayangkan
kebijakan pemerintah untuk menjadikan negara maritim yang sangat
strategis tidak diputuskan dalam bentuk Garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Perlu kebijakan pembangunan jangka panjang untuk menuju
kesejahteraan bangsa Indonesia sesuai cita-cita mendirikan negara yang
tercantum pada pembukaan UUD 1945.
Penulis adalah pengamat masalah maritim dan mantan pengusaha pelayaran.
29 Juli 2015
www.sinarharapan.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar