Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyayangkan realisasi penyerapan
anggaran daerah yang masih rendah meski telah memasuki semester kedua.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah lambat. Data Kementerian
Dalam Negeri menunjukkan hingga Juli 2015, ada lima provinsi yang
penyerapan anggarannya sangat rendah, yaitu Kalimantan Utara 18,6%, DKI
Jakarta 19,2%, Papua 21,7%, Jawa Barat 25,5%, dan Riau 25,5%.
Bahkan, sampai sekarang ada anggaran daerah yang masih mengendap di
bank-bank daerah. Nilainya fantastis, yakni mencapai Rp 277 triliun.
Apabila dana itu cepat dikeluarkan dan dimanfaatkan membiayai berbagai
proyek, khususnya infrastruktur, tentu akan membantu sekali dalam
mengatasi perlambatan ekonomi secara nasional. Kita akui, perekonomian
memang terdampak oleh kondisi dan situasi ekonomi global yang cenderung
melesu.
Para analis dan ekonom menyebut kondisi pada saat ini sebagai
‘’kritis mendekati krisis’’. Semua tak menginginkan krisis ekonomi 1997-
1998 kembali terulang, dan akhirnya menjadi krisis multidimensi yang
menyentuh seluruh sektor.Kita tak ingin ekonomi ambruk, karena butuh
waktu lama untuk bangki lagi dan biaya sosialnya pun tinggi sekali.
Rakyatlah yang bakal menjadi korban utama dan merasakan langsung dampak
negatifnya.
Dalam konteks ini, pemanfaatan anggaran daerah secara optimal akan
sangat banyak membantu dalam upaya mempertahankan diri dari terpaan
badai kelesuan ekonomi global yang telah mendekati krisis. Tepat sekali
imbauan Menteri Dalam Negeri kepada para kepala daerah supaya tidak
takut menggunakan anggaran untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan
di daerah, terutama takut bakal tersandung kesalahan prosedur atau
administrasi yang bisa menyeret mereka ke balik terali besi.
Banyak gubernur, bupati, dan wali kota merasa khawatir akan
tersangkut kasus hukum apabila salah mengeluarkan kebijakan yang terkait
dengan penggunaan anggaran. Padahal, di sisi lain, penyerapan anggaran
yang rendah membuat sinergi rencana pembangunan antara pemerintah pusat
dan daerah tidak berjalan baik. Kalau sinergi pembangunan terganggu,
upaya peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi terganggu pula.
Kementerian Dalam Negeri, bahkan Presiden sudah meminta kepada
penegak hukum agar kebijakan kepala daerah tidak menjadi bagian dari
penegakan hukum. Sebab, kebijakan anggaran memiliki pengaruh besar
terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang bermuara pada kesejahteraan
rakyat. Meski begitu, penegak hukum tetap harus tegas jika ada indikasi
kepala daerah meminta suap atau korupsi terkait dengan anggaran.
www.sinarharapan.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar