ADA dua masalah kebangsaan yang belum sepenuhnya terselesaikan oleh
bangsa Indonesia pada hari jadinya yang ke-70 tahun ini, yaitu
kemiskinan dan kebodohan. Dalam konteks pembangunan, penyelesaian
masalah itu dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas manusia.
Meskipun mengecil, jumlah penduduk miskin Indonesa masih cukup besar.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013 mencatat, setidaktidaknya 28 juta
atau 11,47% penduduk hidup miskin.
Kemiskinan sebagaimana dipetakan para sosiolog, dapat dikategorikan
dalam dua jenis. Pertama, kemiskinan alami yang disebabkan keterbatasan
sumber daya alam. Kondisi ini lazim terjadi di wilayah dengan kondisi
alam ekstrem yang tak memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan
produktif untuk mengakumulasi hasil produksi.
Kedua, kemiskinan struktural, yang terbentuk akibat struktur sosial
yang timpang dan tidak berkeadilan. Berbeda dari kemiskinan jenis
pertama, kemiskinan struktural dapat terjadi di mana pun.
Keserakahan dan regulasi yang tidak sehat membuat sumber daya alam
hanya dapat diakses segelintir orang. Dua jenis kemiskinan itu dapat
diatasi dengan keandalan SDM. Pada kemiskinan jenis pertama, mereka bisa
mengembangkan teknologi untuk merekayasa proses produksi.
Dengan teknologi, kondisi alam yang ekstrem dapat disiasati sehingga
tetap produktif. Kemiskinan jenis kedua dapat diatasi dengan mereformasi
regulasi, baik melalui jalur legislatif, yudikatif, maupun terobosan
eksekutif. Struktur yang timpang kembali ditata sehingga keserakahan
tidak memperoleh tempat dalam sistem ekonomi sebuah negara.
Prinsip dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat ditegakkan secara de
jure dan de facto. Ketika kali pertama memimpin Singapura, Lee Kuan
Yeuw konon merasakan khawatir rakyatnya terancam kemiskinan jenis
pertama. Wilayah yang sempit hampir membuat negara itu tak memiliki apa
pun.
Jangankan tanah pertanian yang subur, jumlah air bersih pun terbatas
di negara pulau itu. Kesadaran itu membuat Lee bekerja keras mendidik
rakyatnya agar senantiasa belajar dan bekerja keras. Negara rela tombok
supaya rakyatnya bisa menikmati pendidikan berkualitas.
Pada saat yang sama, rakyat rela bekerja keras, menambah jam kerja,
bahkan hingga 16 jam per hari. Hasilnya, negara yang luasnya hanya satu
kabupaten di Indonesia itu tumbuh jadi salah satu kekuatan ekonomi
dunia.
Selain menjadi jalur perdagangan internasional yang super sibuk,
Singapura tumbuh menjadi pusat finansial dunia. Belakangan negara ini
juga tampil sebagai motor kemajuan teknologi informasi. Sementara itu,
ada puluhan negara di dunia yang berkelimpahan potensi alam namun
rakyatnya hidup miskin.
Kekayaan alam justru menjadi sumber bencana karena mendatangkan
imperialis asing, memantik konflik sosial, bahkan perang saudara
berkepanjangan. Rakyat hidup kelaparan bagaikan tikus mati di lumbung
padi. Melihat anatomi kemiskinan tersebut, Indonesia cenderung mengalami
masalah pada jenis kedua.
Senjata Ampuh
Untuk konteks saat ini, saya percaya pendidikan tetap menjadi senjata
ampuh untuk melawan kemiskinan. Namun, itu hanya bisa berhasil jika
dikelola dengan strategi yang benar. Pertama, pendidikan harus mampu
memfasilitasi supaya manusia tumbuh seutuhnya.
Manusia utuh adalah manusia badaniah sekaligus batinian, individual
sekaligus sosial. Manusia yang utuh memiliki otonomi untuk
mengaktualisasikan diri pada ruang sosial yang dikehendakinya. Kedua,
pendidikan perlu didesain agar memungkinkan pembelajar mengenali
struktur sosial yang bekerja pada diri dan ruang sosial yang dihuninya.
Dengan cara itu pembelajar dapat mengenali power yang bekerja pada
ruang sosial tertentu sekaligus mengidentifikasi ketidakadilan yang
dimunculkannya. Ketiga,akses pendidikan harus dibuka seluas mungkin
untuk setiap masyarakat. Perhatian terhadap aksebilitas harus diberikan
megingat rata-rata tingkat pendidikan mayoritas penduduk masih sekolah
dasar (SD), dengan angka partisipasi kasar (APK) 98%. Adapun APK SMP 78%
dan SMA 58%.
Adapun partisipasi penduduk dalam pendidikan tinggi hanya 28,57%.
Hasil gerakan yang ditanam melalui pendidikan memang tidak langsung
tampak dan dapat dinikmati. Pendidikan merupakan investasi kebangsaan
yang harus terus dilakukan. Hanya melalui pendidikan, kemerdekaan
Indonesia bisa terus terjaga, bersamaan dengan terjaganya kemerdekaan
manusia Indonesia dari kemiskinan dan kebodohan.
http://berita.suaramerdeka.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar