Sabtu, 29 Agustus 2015

Merdeka Melalui Pendidikan

ADA dua masalah kebangsaan yang belum sepenuhnya terselesaikan oleh bangsa Indonesia pada hari jadinya yang ke-70 tahun ini, yaitu kemiskinan dan kebodohan. Dalam konteks pembangunan, penyelesaian masalah itu dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas manusia.

Meskipun mengecil, jumlah penduduk miskin Indonesa masih cukup besar. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013 mencatat, setidaktidaknya 28 juta atau 11,47% penduduk hidup miskin.

Kemiskinan sebagaimana dipetakan para sosiolog, dapat dikategorikan dalam dua jenis. Pertama, kemiskinan alami yang disebabkan keterbatasan sumber daya alam. Kondisi ini lazim terjadi di wilayah dengan kondisi alam ekstrem yang tak memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan produktif untuk mengakumulasi hasil produksi.

Kedua, kemiskinan struktural, yang terbentuk akibat struktur sosial yang timpang dan tidak berkeadilan. Berbeda dari kemiskinan jenis pertama, kemiskinan struktural dapat terjadi di mana pun.

Keserakahan dan regulasi yang tidak sehat membuat sumber daya alam hanya dapat diakses segelintir orang. Dua jenis kemiskinan itu dapat diatasi dengan keandalan SDM. Pada kemiskinan jenis pertama, mereka bisa mengembangkan teknologi untuk merekayasa proses produksi.

Dengan teknologi, kondisi alam yang ekstrem dapat disiasati sehingga tetap produktif. Kemiskinan jenis kedua dapat diatasi dengan mereformasi regulasi, baik melalui jalur legislatif, yudikatif, maupun terobosan eksekutif. Struktur yang timpang kembali ditata sehingga keserakahan tidak memperoleh tempat dalam sistem ekonomi sebuah negara.

Prinsip dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat ditegakkan secara de jure dan de facto. Ketika kali pertama memimpin Singapura, Lee Kuan Yeuw konon merasakan khawatir rakyatnya terancam kemiskinan jenis pertama. Wilayah yang sempit hampir membuat negara itu tak memiliki apa pun.

Jangankan tanah pertanian yang subur, jumlah air bersih pun terbatas di negara pulau itu. Kesadaran itu membuat Lee bekerja keras mendidik rakyatnya agar senantiasa belajar dan bekerja keras. Negara rela tombok supaya rakyatnya bisa menikmati pendidikan berkualitas.

Pada saat yang sama, rakyat rela bekerja keras, menambah jam kerja, bahkan hingga 16 jam per hari. Hasilnya, negara yang luasnya hanya satu kabupaten di Indonesia itu tumbuh jadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.

Selain menjadi jalur perdagangan internasional yang super sibuk, Singapura tumbuh menjadi pusat finansial dunia. Belakangan negara ini juga tampil sebagai motor kemajuan teknologi informasi. Sementara itu, ada puluhan negara di dunia yang berkelimpahan potensi alam namun rakyatnya hidup miskin.

Kekayaan alam justru menjadi sumber bencana karena mendatangkan imperialis asing, memantik konflik sosial, bahkan perang saudara berkepanjangan. Rakyat hidup kelaparan bagaikan tikus mati di lumbung padi. Melihat anatomi kemiskinan tersebut, Indonesia cenderung mengalami masalah pada jenis kedua.

Senjata Ampuh

Untuk konteks saat ini, saya percaya pendidikan tetap menjadi senjata ampuh untuk melawan kemiskinan. Namun, itu hanya bisa berhasil jika dikelola dengan strategi yang benar. Pertama, pendidikan harus mampu memfasilitasi supaya manusia tumbuh seutuhnya.

Manusia utuh adalah manusia badaniah sekaligus batinian, individual sekaligus sosial. Manusia yang utuh memiliki otonomi untuk mengaktualisasikan diri pada ruang sosial yang dikehendakinya. Kedua, pendidikan perlu didesain agar memungkinkan pembelajar mengenali struktur sosial yang bekerja pada diri dan ruang sosial yang dihuninya.

Dengan cara itu pembelajar dapat mengenali power yang bekerja pada ruang sosial tertentu sekaligus mengidentifikasi ketidakadilan yang dimunculkannya. Ketiga,akses pendidikan harus dibuka seluas mungkin untuk setiap masyarakat. Perhatian terhadap aksebilitas harus diberikan megingat rata-rata tingkat pendidikan mayoritas penduduk masih sekolah dasar (SD), dengan angka partisipasi kasar (APK) 98%. Adapun APK SMP 78% dan SMA 58%.

Adapun partisipasi penduduk dalam pendidikan tinggi hanya 28,57%. Hasil gerakan yang ditanam melalui pendidikan memang tidak langsung tampak dan dapat dinikmati. Pendidikan merupakan investasi kebangsaan yang harus terus dilakukan. Hanya melalui pendidikan, kemerdekaan Indonesia bisa terus terjaga, bersamaan dengan terjaganya kemerdekaan manusia Indonesia dari kemiskinan dan kebodohan.


http://berita.suaramerdeka.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar