Sabtu, 29 Agustus 2015

Urgensi Kongres Sungai Indonesia

“Penting untuk meninggikan relasi manusia dengan sungai mengingat keduanya saling bergantung”

NEGARA kita bukan hanya negeri bahari melainkan juga negeri sungai. Indonesia memiliki sekitar 6.000 sungai, 236 di antaranya sungai besar, dengan panjang lebih dari 100 km. Tetapi apakah kita sudah memuliakan sungai? Sekadar ikhtiar melestarikan pun belum semua pihak melakukan.

Sekian lama kita melalaikan sungai sebagai simpul peradaban, penyangga kelangsungan hidup, dan sumber kesejahteraan bersama. Sesungguhnya sungai-sungai kita sedang sakit akibat perusakan dan perlakukan semena-mena terhadapnya.

Di hulu, hutan digunduli untuk alih fungsi areal pertanian dan pembangunan vila-vila mewah. Di tengah, sempadan dirusak untuk permukiman, dan muara dijadikan kawasan industri dan tempat favorit pembuangan limbah. Pejabat dan politikus begitu mudah bicara ketahanan pangan dan energi. Namun sedikit yang berpikir dari mana memulai kendati sungai bisa menjadi jawaban.

Bukankah sungai mengairi sawah yang akan melahirkan bulir-bulir padi? Bukankah dari sungai yang penuh air lahir bendungan yang bisa menjadi pembangkit energi murah listrik? Sungai yang terawat akan menjadi pusat peradaban dan kehidupan untuk kesejahteraan bersama. Tak hanya soal ketahanan pangan dan energi yang diberikan, tetapi juga keberlimpahan oksigen, panorama indah, dan sumber pemenuhan gizi dari ikan-ikan, serta pemanfaatan lainnya.

Sayang, pemandangan sungai-sungai yang indah dengan air bening mengalir deras hanya bisa kita nikmati di negara-negara maju. Kita bisa menangis terharu berdiri di tepi sungai-sungai di Eropa karena begitu bersihnya sungai yang melewati permukiman.

Tak hanya di negara-negara Eropa Barat yang dikesankan sebagai negara dengan peradaban paling maju, di negara-negara Eropa Timur pun demikian. Penulis terkesan dengan perawatan Sungai Neva di kota St Petersburg. Di kota peradaban tua ini, sungai menjadi sentra aktivitas peradaban dan pembangunan.

Di negara kita, rumah-rumah dibangun memunggungi sungai dan memperlakukannya sebagai tempat pembuangan sampah. Pabrik-pabrik dibangun di dekat sungai karena sejak awal diniati supaya mudah membuang limbah. Prof Sudharto P Hadi mengibaratkan sungai kita sebagai supermarket yang berisi apa saja.

Berangkat dari pemikiran itulah, penyelenggaraan Kongres Sungai Indonesia (KSI) pada 26-30 Agustus 2015 menjadi sangat urgen. Rangkaian dari menu inti Festival Serayu Banjarnegara (FSB) 2015 itu diharapkan menjadi forum mempertemukan seluruh pemangku kebijakan sungai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar