Setelah
Fraksi Partai Demokrat melakukan aksi walkout
dari persidangan DPR, kini PDIP dan tiga partai koalisinya juga
menempuh jalan serupa. Cara yang mereka tempuh memang sah dalam
sistem pengambilan keputusan di parlemen. Namun, hal tersebut
mencerminkan kegagalan para politikus untuk mendahulukan
permusyawaratan dalam memutuskan persoalan bangsa dan negara.
Bila
Fraksi Demokrat ngambek
keluar
sidang karena opsi yang mereka usulkan dalam pembahasan RUU Pilkada
tidak memperoleh sambutan seperti yang diinginkan, PDIP bersama PKB,
Hanura, dan Nasdem walkout
karena merasa aspirasinya tak didengar. Namun di balik itu, hal
paling pokok yang melatarbelakanginya adalah karena mereka
memperhitungkan akan kalah dalam pemungutan suara.
PDIP
sebagai peraih suara terbanyak dalam pemilu lalu (19 persen) gagal
menempati posisi ketua DPR karena terganjal oleh UU MD3 yang baru.
Koalisinya bersama tiga partai lain tidak bisa membentuk paket
pemimpin DPR, sedangkan jumlah anggotanya kalah dari Koalisi Merah
Putih (KMP). PDIP juga gagal menarik suara Demokrat, meski
pendekatannya sudah dirintis sejak pembahasan RUU Pilkada, ternyata
tidak menghasilkan kesepakatan karena arogansi kedua pihak.
PDIP
dikabarkan menurunkan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk
bertemu langsung dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), antara lain
membahas kemungkinan dukungan Demokrat dalam pemilihan pemimpin DPR.
Dikabarkan bahwa secara prinsip SBY bisa menerima kerja sama itu,
tetapi ia harus membicarakannya dengan Megawati. Ini persoalan lama
antara dua pemimpin bangsa yang satu sama lain tidak mau mengalah dan
menimbulkan biaya besar bagi rakyat.
Kita
bisa mengatakan bahwa egoisme politik para pemimpin itu ternyata
lebih dikedepankan, ketimbang mereka duduk bersama untuk
bermusyawarah demi kebaikan rakyat, bangsa, dan negara. Seperti
halnya Mega, sebentar lagi SBY juga akan menjadi pensiunan presiden.
Nilai
ketokohannya akan diukur sejauh mana ia mampu mengedepankan sikap
kenegarawanan. Melihat gelagatnya, kita mengkhawatirkan kedua tokoh
ini akan mengedepankan kepentingannya sebagai ketua parpol dan
kelompoknya, bila perlu saling tikam untuk mengalahkan yang lain.
Sikap
Demokrat walkout
dari pembahasan RUU Pilkada dan walkout
PDIP dalam pemilihan pemimpin DPR, secara tidak langsung
merefleksikan egoisme kedua pemimpin tadi. Kita sekarang hanya bisa
menyesalkan komposisi pemimpin DPR yang tidak mengakomodasi PDIP dan
PKB sebagai pemilik kursi besar di DPR. Padahal, itu sebenarnya bisa
dihindari bila para pemimpin legawa,
mau
bermusyawarah, serta
mengakomodasi
kepentingan satu sama lain.
Kini
tidak ada gunanya kita mengecam dan mengkhawatirkan dominasi Koalisi
Merah Putih (KMP) yang menguasai pemimpin DPR, mungkin juga MPR,
karena dipandang bisa mengganggu kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Ada
hal positif yang bisa kita harapkan dalam situasi seperti ini, yaitu
ketatnya pengawasan parlemen terhadap pemerintah sehingga
penyimpangan bisa dihindari.
Kita
memiliki pengalaman buruk pada masa lalu, ketika DPR Gotong Royong
(GR) bersikap yes
man
kepada Presiden Soekarno sejak 1960, berakibat kondisi bangsa dan
negara terus memburuk. DPR pada masa pemerintahan Presiden Soeharto
juga setali tiga uang. DPR tidak mampu melakukan pengawasan efektif
sehingga kekuasaan hampir tidak terkontrol dan akhirnya kehilangan
kepercayaan rakyat.
Dalam
perspektif ini, KMP bisa menjalankan fungsi pengawasan lebih baik
sehingga pemerintahan Jokowi-JK bisa tetap berjalan pada rel yang
benar. Namun, kita harus mengawasi tingkah pola KMP dan menjewer
mereka bila menunjukkan arogansi yang lebih mengedepankan kepentingan
kelompok ketimbang berpihak pada rakyat. Ukurannya adalah sejauh mana
kepentingan rakyat lebih dipentingkan, baik oleh pemerintahan
Jokowi-JK atau parlemen yang dikuasai KMP.
Karena
itu, kita tidak perlu merisaukan situasi ini, termasuk bila benar
Presiden SBY akan mengeluarkan perppu untuk membatalkan RUU Pilkada.
Dinamika politik itu akan baik-baik saja, sepanjang ukuran kita tetap
sama, yaitu kepentingan rakyat, bukan sekadar kepentingan sempit dan
egoisme sektoral.
03 Oktober 2014
http://www.sinarharapan.co/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar