“BUMDes dimungkinkan berbadan hukum sehingga dapat memiliki izin usaha seperti BPR”
UNDANG-UNDANGNomor 6 Tahun 2014 tentang Desa membawa angin segar bagi
masyarakat desa. Ada harapan baru bahwa desa yang selama ini
terpinggirkan bakal terangkat supaya tidak kalah dari wilayah perkotaan.
Telah lahir paradigma baru pembangunan nasional yang berupaya mendobrak
siklus rutinitas kesejahteraan, dari pembangunan berbasis kota menjadi
berbasis pengembangan potensi desa. Secara langsung desa bakal memiliki
kewenangan penuh mengelola pembangunan pada satuan pemerintahan atau
komunitas paling bawah, yaitu masyarakat desa. Namun apakah optimisme
itu mudah terwujud mengingat desa sudah terlalu lama terlelap dalam
tidurnya? Demokrasi desa dan kemandiriannya merupakan alat menuju
kesejahteraan yang diimpikan masyarakatnya.
Desentralisasi mengamanatkan sumber daya alam sebagai modal berharga
untuk dikelola secara maksimal oleh masyarakat desa. Persoalannya, SDM
yang tersedia belum memiliki keterampilan memadai. Pemerintah perlu
mengadakan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas mereka.
Pembangunan desa harus memperhatikan terpenuhinya infrastruktur sebagai
penopang pembangunan. Diperlukan kebijakan pemerintah yang progresif,
antisipatif, dan terintegratif, khususnya dalam rangka meningkatkan
ekonomi lokal. Salah satu poin paling krusial adalah penjelasan Pasal 72
Ayat 2 dalam regulasi itu terkait alokasi anggaran. Regulasi itu
menjelaskan sumber-sumber pendapatan keuangan desa, terbesar dari APBN,
disusul APBD dan pendapatan asli desa.
Pemanfaatan sumbersumber dana tersebut perlu dibarengi manajemen yang
baik. Hal itu mengingat pertumbuhan yang dihasilkan sangat ditentukan
oleh tingkat produktivitas pemanfaatan dana desa. Yang tidak kalah
penting adalah pengawasan terhadap pemanfaatan dana desa mengingat
selama ini desa tidak pernah mengelola dana berjumlah besar. Jangan
sampai salah urus sehingga berkah ketersediaan dana berubah menjadi
bencana. Perlu menyiapkan SDM pada pemerintahan desa untuk mengelola
dana itu, termasuk dalam pelaporannya yang harus dalam format tertentu.
Potensi ekonomi desa yang cukup besar bisa dieksplorasi secara maksimal.
Terlebih UU Desa memberikan kesempatan pembentukan badan usaha milik
desa (BUMDes). Badan tersebut dapat menjalankan usaha ekonomi dengan
semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Keberhasilan usaha itu bahkan bisa mengakselerasi perkembangan sektor
lainnnya di desa. Lembaga itu pun sebenarnya dapat menghimpun tabungan
dalam skala lokal desa, melalui pengelolaan dana bergulir atau simpan
pinjam. Walau demikian, badan itu jangan semata-mata mencari keuntungan,
yang penting dapat mengembangkan unit usaha. Aspek Pengawasan Secara
spesifik, badan usaha milik desa tak dapat disamakan dengan badan hukum
perseroan terbatas atau koperasi. Meskipun demikian BUMDes dimungkinkan
berbadan hukum sehingga dapat memiliki izin usaha seperti bank
perkreditan rakyat (BPR). Persyaratan ketat untuk menjadi BPR menjadi
kendala mengingat badan usaha milik desa punya keterbatasan modal dan
produk jasa. Tapi BUMDes, sebagai badan hukum, dapat menjalankan usaha
sebagai badan kredit desa (BKD), dan salah satu pemegang saham lembaga
keuangan mikro (LKM). Lembaga keuangan itu khusus memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman/
pembiayaan maupun konsultasi pengembangan usaha. Kebijakan yang
menghadirkan optimisme itu jangan hanya jadi euforia, terutama berkait
pengelolaan dana desa yang berjumlah besar. Mengingat selama ini
pemerintahan desa tidak pernah mengelola dana sebesar itu, butuh
kesiapan aparatur desa. Selain bagaimana mengelolanya, mereka dituntut
mempertanggungjawabannya, termasuk menyusun format pelaporannya.
Untuk itu, perlu penguatan kapasitas pemerintahan desa supaya bisa
sepenuhnya memahami substansi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan
pengimplementasiannya. Kepala desa juga perlu menyediakan ruang publik
secara demokratis sebagai arena partisipatif warga, baik dalam aspek
penyusunan kebijakan maupun proses pelaksanaan pemerintahan. Dalam
pelaksanaannya, penting menciptakan instrumen pengawasan terhadap
aparatur desa. Kucuran dana desa pada tahun 2015 diharapkan menjadi
entry point untuk lebih menyejahterakan desa dan masyarakatnya, sebagai
locus terdepan dari seluruh ritme pembangunan.
Prof Dr Etty Susilowati Suhardo SH MS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar