Kultur kita untuk merawat ternyata belum sejalan dengan minat untuk
selalu membangun. Giliran membangun, semangatnya luar biasa. Ada
anggaran baru dan proyek baru, yang tentu akan memberikan margin
keuntungan bagi yang melaksanakan. Namun ketika harus merawat apa yang
telah dibangun, muncullah berbagai alasan ketidakmampuan.
Misal kekurangan tenaga untuk mengawasi dan merawat, serta keminiman
dana perawatan. Itulah yang terjadi dengan sejumlah taman dan aset
lapangan di Kota Semarang. Di tengah keaktifan menambah ruang terbuka
hijau (RTH) berupa taman, justru muncul kesan perawatan taman-taman lama
terabaikan. Beberapa di antaranya kehilangan fungsi dan hanya jadi
lahan kosong yang ditumbuhi rerumputan.
Padahal taman dan RTH sudah menjadi fasilitas yang dibutuhkan
masyarakat perkotaan, selain jalan dan fasilitas umum lain. Anehnya, di
tengah ketidakmampuan merawat, Pemkot justru memakai anggaran besar
untuk memugar ulang jalur bunga Kalibanteng-Bangkong.
Padahal secara fungsi, perbaikan jalur bunga itu tidak terlalu
mendesak, dan secara estetika bangunan yang ada masih baik. Jadi
sebenarnya bisa dibenahi dan dirawat, tanpa harus dipugar dengan
anggaran besar. Dengan pertimbangan kekurangan pengawas dan keminiman
dana, tidakkah jalur ini menambah beban? Ketidakmampuan merawat juga
terlihat dari kondisi beberapa fasilitas publik lain.
Lihatlah sejumlah shelter BRT yang berkondisi bangunan tak sempurna
lagi, penuh coretan dan kurang bersih. Kondisi ini membuat calon
penumpang yang menunggu bus kurang nyaman. Perhatikan juga armada BRT,
yang tentu saja banyak yang berkondisi memprihatinkan.
Lalu bagaimana dengan cita-cita menyediakan transportasi umum yang
bermartabat? Pemkot perlu lebih serius melakukan perawatan pada
fasilitas publik ini. Jangan biarkan taman-taman menjadi kumuh, jaga
shelter dan armada BRT tetap indah dan bersih, fungsikan pasar-pasar
yang dibangun secara optimal, perhatikan kebersihan bangunan tanggul
sepanjang Banjir Kanal Barat, dan lain-lain.
Sudah seharusnya perencanaan pembangunan juga menghitung biaya tenaga
pengawas dan perawatannya, agar proyek selalu terjaga. Jika memang dana
menjadi alasan, bukankah bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga? Misal
dengan dana corporate social responsibility (CSR) perusahaanperusahaan
swasta.
Upaya ini tetap akan membutuhkan dukungan segenap warga masyarakat,
yang diharapkan juga ikut menjaga fasilitas publik yang dibangun untuk
mereka. Jika tidak bisa ikut merawat, setidak-tidaknya ikut menjaga
kebersihan dan tidak melakukan perusakan.
http://berita.suaramerdeka.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar