Ada satu isu yang semestinya dibicarakan dengan serius agar tidak
tenggelam dalam kegaduhan polemik di kabinet, yakni krisis listrik.
Ancaman krisis listrik makin mendekati kenyataan dan antisipasi terhadap
ancaman itu tidak mungkin hanya diatasi dengan berdebat dan berpolemik
tanpa tindakan cepat. Ancaman krisis listrik telah menjadi kekhawatiran
sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2018, krisis
listrik akan melanda seluruh negeri. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
saat bicara soal rencana ground breaking Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Batang mengingatkan, Jawa Tengah akan mengalami krisis listrik
pada 2017. Secara nasional, dalam kurun waktu lima tahun mendatang harus
tersedia suplai listrik 35.000 MW. Jika tidak, Indonesia akan mengalami
era byarpet. Sektor industri akan terpengaruh dan dampak berganda akan
memukul seluruh sektor di tanah air. Ancaman Indonesia lumpuh dan
bangkrut akibat krisis listrik bukan sekadar wacana bombasme, namun
sungguh-sungguh ancaman serius.
Kita seharusnya memanfaatkan waktu yang tinggal sedikit tersedia itu
agar ancaman itu tidak terjadi. Dalam konteks antisipasi ke depan
itulah, isu soal suplai listrik berikut kesiapankesiapan untuk memenuhi
kebutuhan listrik 35.000 MW itu jangan hanya jadi polemik. Indonesia
harus bergegas dan tidak membuang waktu. Ada persoalan dana. PLN tidak
mampu menyediakan tambahan listrik setiap tahun sebesar 5.000 MW karena
keterbatasan dana. Dengan model kerja sama membeli listrik dari pihak
swasta, PLN masih kekurangan suplai listrik 1.000 MW per tahun. Dengan
persoalan segenting itu, sangat disayangkan jika energi para menteri dan
pemimpin-pemimpin negeri ini hanya tersita untuk mengurusi pertengkaran
dan alpa menghasilkan strategi solutif yang aplikatif.
Apabila tidak ada tindakan dan usaha darurat, krisis listrik
diprediksi bakal datang lebih cepat, yakni pada 2016. Menurut data
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), saat ini masih ada sekitar 20
persen atau sekitar 40 juta rakyat Indonesia yang belum menikmati
fasilitas listrik. Hingga 70 tahun merdeka, para pengelola negeri ini
hanya bersikap prihatin dan sibuk berdebat tanpa menelurkan solusi nyata
yang dapat dirasakan masyarakat.
Kebanggaan tentang kekayaan alam Indonesia berikut keanekaragaman
sumber daya alam luar biasa hanya menjadi bahan ironisme selama tujuh
dekade karena hingga kini kekayaan itu tidak mewujud dalam kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat. Karena itu, daripada ramai gaduh dan ribut,
segera semua pihak, termasuk masyarakat, menerapkan pola tindak dan pola
pikir ala manajemen krisis. Menetapkan prioritas dan mengantisipasi
ancaman krisis listrik.
21 Agustus 2015
berita.suaramerdeka.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar