Di tengah ekonomi melambat yang ditandai dengan penurunan
pertumbuhan, kurs rupiah terguncang. Guncangan hebat sehingga rupiah
menembus Rp 14.000 per dolar AS terjadi karena kepanikan dunia akibat
Tiongkok mendevaluasi yuan. Dunia khawatir langkah itu memancing perang
mata uang yang membuat perdagangan internasional menuju instabilitas
serius. Sebelumnya, rupiah juga telah anjlok karena pasar uang dunia
merespons isyarat bank sentral AS yang akan menaikkan bunga.
Rupiah yang tertekan makin dalam tentu mengkhawatirkan perekonomian.
Penguatan dolar AS berpotensi menaikkan tingkat inflasi, karena
ketergantungan kita akan produk-produk impor masih relatif tinggi.
Menjaga inflasi identik dengan memihak kepentingan rakyat, sehingga
membuat rupiah tidak terus melemah harus dilakukan sekuat tenaga. Dalam
rezim devisa bebas, rupiah menjadi mata uang yang bebas diperdagangkan.
Untuk itu, otoritas moneter perlu bekerja keras di pasar. Mereka harus
selalu siap untuk melakukan intervensi.
Intervensi memang biasa dilakukan Bank Indonesia. Menjaga agar nilai
tukar sesuai kekuatan fundamentalnya memang tugas utama BI. Untuk
memiliki kekuatan di pasar, cadangan devisa menjadi andalannya. Namun,
pasar tidak hanya membutukan cadangan devisa. Bahkan saat krisis pada
1998 kekuatan cadangan devisa negeri ini sia-sia, sehingga rupiah terjun
bebas.Pasar lebih banyak digerakkan oleh informasi-informasi yang
beredar. Kabar-kabar yang muncul dipersepsikan oleh para pelaku pasar.
Melihat dinamika yang terjadi di pasar uang, untuk membuat rupiah
tangguh tidak hanya besaran cadangan devisa yang dibutuhkan, tetapi juga
langkah-langkah nyata yang dipersepsikan oleh pelaku pasar sebagai
kepedulian dan kesungguhan pemerintah. Dengan demikian tidak hanya
sektor keuangan yang perlu mendapat sentuhan, tetapi juga sektor riil.
Paket besar yang dijanjikan segera dikeluaran pemerintahan Jokowi
diharapkan menyentuh dua sektor tersebut. Penanganan komprehensif memang
ditunggu.
Nilai mata uang atau kurs sebenarnya adalah valuasi atas berbagai
hal.Peran untuk melakukan valuasi ada di tangan para pelaku pasar.
Analisis terus-menerus mereka lakukan sebelum bertransaksi. Pengelolaan
negara dan pengelolaan ekonomi menjadi materi analisis itu. Tidak
mengherankan bila menjelang atau sesudah pemilu dan pilpres pergerakan
kurs lebih dinamis dibanding biasanya. Gambaran itu menunjukkan
aspek-aspek politik perlu pula diperhatikan dalam upaya mengamankan
rupiah.
Kegaduhan di kabinet tentu saja tidak perlu diperpanjang. Lebih dari
itu, pengelolaan ekonomi juga harus terlihat rapi dan kompak. Paket
besar ekonomi nanti dijanjikan berupa upaya menarik valuta asing
sebanyak-banyaknya dan juga sejumlah kebijakan deregulasi nonkeuangan.
Semoga memang demikianlah adanya. Paket kebijakan itu, selain
komprehensif harus pula mampu menunjukkan diri sebagai rangkaian
keberpihakan pemerintah kepada dunia usaha dan masyarakat, yang ujungnya
dibuktikan dengan reaksi positif pasar.
www.sinarharapan.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar