Berotak pintar ternyata belum menjamin memiliki perilaku yang benar
dan memiliki etiket. Contoh aktual adalah perilaku yang dipertontonkan
Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, yang menantang debat Wakil
Presiden Jusuf Kalla secara terbuka.
Tantangan Rizal ini untuk menanggapi pernyataan JK yang meminta
Rizal mempelajari terlebih dahulu proyek listrik 35.000MW sebelum
berkomentar bahwa proyek pemerintah itu tidak masuk akal.
”Kalau mau paham, minta Pak Jusuf Kalla ketemu saya, kita diskusi di
depan umum,” kata Rizal kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan.
Rupanya ia lupa, ketika berbicara bukan lagi sebagai pengamat ekonomi
atau pengkritik kebijakan pemerintah.
Sebagai menteri, dia adalah bagian dari pemerintahan sekarang. Dan
Kalla adalah wakil presiden yang secara struktural adalah atasannya.
Maka tidak sepantasnya ada ucapan seperti itu. Namun rupanya ”lupa
status” Rizal bukan kali ini saja. Sebelumnya dia terlibat polemik
dengan Menteri BUMN Rini Soemarno mengenai pembelian pesawat Garuda.
Keruan saja Rini jengkel dan menegaskan Garuda adalah BUMN yang jelas
di bawah Kemenko Perekonomian, bukan di bawah Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman. Rini menjawab kritik Rizal dengan meminta jangan ada
campur tangan di luar Kemenko Perekonomian.
Meskipun seperti biasa disampaikan dengan bahasa yang menyindir,
permintaan JK supaya Rizal mempelajari lebih dahulu proyek listrik
tersebut sebelum dinyatakan ke masyarakat, adalah hal yang tepat. Hal
ini dimaksudkan untuk tidak membuat bingung publik, karena ada dua
informasi yang berbeda dari pemerintahan.
Juga untuk mencegah kesan bahwa internal pemerintah ternyata tidak
kompak satu sama lain dalam menyikapi kebijakan. Rizal harus segera
sadar posisi. Tak selayaknya dia mengkritik program pemerintah di
hadapan publik. Presiden Joko Widodo perlu mengulang tegurannya sampai
Rizal sadar seharusnya kritik disampaikan di lingkungan internal.
Keributan di Kabinet Kerja bisa saja mengganggu usaha konsolidasi
pemerintahan pasca-reshuffle. Selain itu bisa juga kegaduhan ini
mengirimkan sinyal yang membuat investor atau pelaku usaha tak percaya
kepada pemerintah. Padahal banyak persoalan ekonomi menunggu segera
dibenahi.
Pertumbuhan ekonomi yang melambat, ancaman peningkatan pengangguran,
kemelemahan nilai rupiah, kekeringan dan potensi ancaman terhadap
produksi padi, dan lain-lain. Persoalan- persoalan itu tak perlu
ditambahi dengan kegaduhan di internal pemerintahan. Rizal perlu segera
merapatkan barisan, memahami posisi, dan mengurus perkerjaannya. Kritik
cukup di rapat kabinet saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar