Sabtu, 29 Agustus 2015

Kabinet Versus Tantangan Berat Ekonomi

Setelah beberapa waktu ditunggu dan timbul tenggelam di antara isu-isu lain, akhirnya perombakan Kabinet Kerja di bawah komando Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terlaksana juga.

Paling menjadi sorotan adalah menteri-menteri yang bersinggungan dengan persoalan ekonomi, yakni pergantian Menko Perekonomian dari Sofyan Djalil ke Darmin Nasution, Menko Kemaritiman dari Indroyono Soesilo ke Rizal Ramli, Menteri Perdagangan dari Rahcmat Gobel ke Thomas Lembong, serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/- Kepala Bappenas dari Andrinof Chaniago ke Sofyan Djalil.

Tim Komunikasi Presiden menyebutkan perombakan kabinet sebagai respons atas dinamika perekonomian global yang berdampak langsung terhadap ekonomi dalam negeri. Pelambatan perekonomian global memerlukan kecepatan dan kapasitas adaptasi dalam menangani permasalahan yang terjadi untuk memperkuat perekonomian nasional, serta mempercepat program- program pemerintah.

Perombakan kabinet tersebut juga merupakan bagian dari langkah perbaikan manajerial pemerintahan, serta memperkuat sinergi dan koordinasi lintas kementerian. Selama sepuluh bulan bekerja, disadari ada lubang-lubang yang perlu ditambal.

Pergantian menteri, terutama yang menangani bidang ekonomi dianggap sebagai momentum. Semula, peristiwa itu sangat diharapkan mampu membalikkan arah perekonomian menjadi lebih baik. Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta Kabinet Kerjanya memang menghadapi keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan akibat perekonomian global yang cenderung melambat.

Pertumbuhan ekonomi hingga paruh awal tahun ini bergerak lamban, antara lain karena harga komoditas di pasar dunia yang anjlok. Ditambah dengan penyerapan anggaran yang tidak optimal, padahal menjadi faktor pendorong roda ekonomi.

Perombakan pos-pos kementerian bidang ekonomi terjadi dalam situasi regional dan global yang buruk, di antaranya Tiongkok secara sengaja melemahkan nilai tukar mata uangnya dengan tujuan mendorong daya saing ekspor. Depresiasi yuan terhadap dolar AS berdampak terhadap pelemahan mata uang negara-negara di Asia.

Selain itu, menjadi sentimen negatif yang menghantam pasar modal. Pergantian menteri ekonomi ditanggapi dingin oleh pasar; terbukti rupiah melemah kian dalam, begitu juga indeks harga saham gabungan yang kembali terpangkas. Momentum itu seolah tenggelam oleh momentum yang lebih besar.

Menteri baru harus menghadapi persoalan baru yang lebih rumit. Ada gejala perang nilai tukar mata uang negara-negara besar kian meningkat. Menko Perekonomian Darmin Nasution sudah harus berhadapan dengan kemerosotan nilai tukar dan pelemahan pasar. Beruntung, Menko Perekonomian Baru mantan gubernur bank sentral dan pejabat karier di Kementerian Keuangan.

Menko Kemaritiman Rizal Ramli seorang ekonom yang sejak lama akrab dengan segala bentuk dinamika ekonomi. Menteri Perdagangan Thomas Lembong pernah malang melintang di sektor keuangan, antara lain pernah menjadi CEO perusahaan investasi dan bankir.

Tiga sosok baru di kementerian ekonomi dan kemaritiman diyakini memiliki kompetensi dan pengalaman memadai dalam menghadapi gejolak ekonomi. Namun mereka masih harus diuji dalam hal mengelola birokrasi. Di samping menghadapi tekanan eksternal, perekonomian juga digerogoti oleh kinerja domestik yang tak optimal.

Pertemuan antara ketidakpastian global dan pelambatan ekonomi menjadi beban paling berat bagi Kabinet Kerja. Mereka mesti mampu berkomunikasi sekaligus meyakinkan pasar yang ditunjang oleh kebijakan komprehensif. Lebih penting lagi, seluruh anggota kabinet fokus pada realisasi proyek-proyek infrastruktur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar