Setelah beberapa waktu ditunggu dan timbul tenggelam di antara
isu-isu lain, akhirnya perombakan Kabinet Kerja di bawah komando
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terlaksana juga.
Paling menjadi sorotan adalah menteri-menteri yang bersinggungan
dengan persoalan ekonomi, yakni pergantian Menko Perekonomian dari
Sofyan Djalil ke Darmin Nasution, Menko Kemaritiman dari Indroyono
Soesilo ke Rizal Ramli, Menteri Perdagangan dari Rahcmat Gobel ke Thomas
Lembong, serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/- Kepala
Bappenas dari Andrinof Chaniago ke Sofyan Djalil.
Tim Komunikasi Presiden menyebutkan perombakan kabinet sebagai
respons atas dinamika perekonomian global yang berdampak langsung
terhadap ekonomi dalam negeri. Pelambatan perekonomian global memerlukan
kecepatan dan kapasitas adaptasi dalam menangani permasalahan yang
terjadi untuk memperkuat perekonomian nasional, serta mempercepat
program- program pemerintah.
Perombakan kabinet tersebut juga merupakan bagian dari langkah
perbaikan manajerial pemerintahan, serta memperkuat sinergi dan
koordinasi lintas kementerian. Selama sepuluh bulan bekerja, disadari
ada lubang-lubang yang perlu ditambal.
Pergantian menteri, terutama yang menangani bidang ekonomi dianggap
sebagai momentum. Semula, peristiwa itu sangat diharapkan mampu
membalikkan arah perekonomian menjadi lebih baik. Presiden Joko
Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta Kabinet Kerjanya memang
menghadapi keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan akibat perekonomian
global yang cenderung melambat.
Pertumbuhan ekonomi hingga paruh awal tahun ini bergerak lamban,
antara lain karena harga komoditas di pasar dunia yang anjlok. Ditambah
dengan penyerapan anggaran yang tidak optimal, padahal menjadi faktor
pendorong roda ekonomi.
Perombakan pos-pos kementerian bidang ekonomi terjadi dalam situasi
regional dan global yang buruk, di antaranya Tiongkok secara sengaja
melemahkan nilai tukar mata uangnya dengan tujuan mendorong daya saing
ekspor. Depresiasi yuan terhadap dolar AS berdampak terhadap pelemahan
mata uang negara-negara di Asia.
Selain itu, menjadi sentimen negatif yang menghantam pasar modal.
Pergantian menteri ekonomi ditanggapi dingin oleh pasar; terbukti rupiah
melemah kian dalam, begitu juga indeks harga saham gabungan yang
kembali terpangkas. Momentum itu seolah tenggelam oleh momentum yang
lebih besar.
Menteri baru harus menghadapi persoalan baru yang lebih rumit. Ada
gejala perang nilai tukar mata uang negara-negara besar kian meningkat.
Menko Perekonomian Darmin Nasution sudah harus berhadapan dengan
kemerosotan nilai tukar dan pelemahan pasar. Beruntung, Menko
Perekonomian Baru mantan gubernur bank sentral dan pejabat karier di
Kementerian Keuangan.
Menko Kemaritiman Rizal Ramli seorang ekonom yang sejak lama akrab
dengan segala bentuk dinamika ekonomi. Menteri Perdagangan Thomas
Lembong pernah malang melintang di sektor keuangan, antara lain pernah
menjadi CEO perusahaan investasi dan bankir.
Tiga sosok baru di kementerian ekonomi dan kemaritiman diyakini
memiliki kompetensi dan pengalaman memadai dalam menghadapi gejolak
ekonomi. Namun mereka masih harus diuji dalam hal mengelola birokrasi.
Di samping menghadapi tekanan eksternal, perekonomian juga digerogoti
oleh kinerja domestik yang tak optimal.
Pertemuan antara ketidakpastian global dan pelambatan ekonomi menjadi
beban paling berat bagi Kabinet Kerja. Mereka mesti mampu berkomunikasi
sekaligus meyakinkan pasar yang ditunjang oleh kebijakan komprehensif.
Lebih penting lagi, seluruh anggota kabinet fokus pada realisasi
proyek-proyek infrastruktur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar