ADA hal menarik berkait putusan praperadilan Dahlan Iskan. Harian ini
edisi Rabu, 5 Agustus 2015 memberitakan dengan judul ” Kejaksaan
Terbitkan Sprindik Baru” , dan subjudul ” Dahlan Iskan Menang Sidang
Praperadilan” .
Yang terasa menarik dari kasus itu adalah akibat dikabulkannya
gugatan tersebut, kejaksaan hendak menerbitkan surat perintah penyidikan
(sprindik) baru guna kembali menjerat Dahlan. Tapi Yusril Ihza
Mahendra, penasihat hukum Dahlan Iskan, mengatakan, putusan praperadilan
bersifat final dan mengikat.
Berdasarkan keputusan tersebut berarti sudah tak ada lagi upaya hukum
lain yang bisa ditempuh kejaksaan karena putusan sudah berkekuatan
hukum tetap. Jadi tidak ada lagi upaya banding dan kasasi. Sangkaan
terhadap Dahlan tentang tindak pidana korupsi pengadaan gardu listrik
sudah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan.
Sekilas muncul persepsi bahwa di pihak kejaksaan masih ada upaya
untuk menjerat Dahlan, sedangkan dari pihak lain seolah-olah menegaskan
upaya lain itu sudah tertutup. Artiny, sangkaan terhadap Dahlan dengan
substansi tindak pidana korupsi gardu listrik yang menjadikan 15 mantan
bawahannya dijerat sebagai tersangka sudah dinyatakan tidak sah.
Konstruksi pemahaman demikian perlu diluruskan. Pasalnya, substansi
praperadilan yang diatur dalam Pasal 1 Angka 10 ataupun Pasal 77 KUHAP
ataupun pascaputusan MK tentang perluasan objek praperadilan tentang
penetapan tersangka dan penyitaan adalah menyangkut prosesnya. Bukan
substansi pokok perkara. Dalam konteks itu, Pasal 79, 80, dan 81 KUHAP
secara jelas mengatur acara pemeriksaan praperadilan.
Intinya dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang
ditunjuk harus menetapkan hari persidangan. Pemeriksaan juga
dilaksanakan secara cepat, selambat-lambatnya 7 hari hakim sudah harus
menjatuhkan putusannya.
Dari Nol
Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri,
sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum
selesai maka permintaan tersebut gugur. Pasal 78 menyebutkan
praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal. Dengan konstruksi normatif
seperti itu, logikanya adalah praperadilan sejatinya memeriksa dan
memutus tentang proses upaya paksa dalam penyidikan. Berbicara tentang
proses maka objeknya lebih pada prosedural administratif.
Menjadi wajar bila dalam pemeriksaan praperadilan, pihak pemohon
ataupun termohon akan beradu legal formal yang menjadi dasar
masing-masing. Bila objek praperadilan adalah tidak sahnya penangkapan
misalnya, penyidik yang digugat akan berusaha menunjukkan surat perintah
tugas, surat perintah penyidikan, dan surat perintah penangkapan,
berikut berita acaranya.
Bila lebih khusus, pemohon atau pihak penggugat mendalilkan terjadi
obscuur libel atau terjadi kesalahan penulisan identitas tersangka, dan
gugatan praperadilan diterima oleh hakim, namun hal itu bukan berarti
pokok perkara sangkaan tersebut gugur.
Memang penyidik harus memulai dari nol memperbaiki administrasi
penyidikan, misalnya memperbaiki objek yang disebut obscuur libel tadi
sehingga secara formal yuridis tak ada lagi kesalahan. Dengan demikian,
secara material, akan diuji lagi pokok perkaranya dalam persidangan
apakah substansi perkara itu terbukti atau tidak. Praperadilan sebagai
bentuk kontrol atau koreksi atau sebuah proses, menjadi pintu masuk
ketercapaian keadilan substantif.
Jangan sampai ketika proses penyidikan dilaksanakan, ditempuh
cara-cara instan di luar ketentuan hukum acara. Ketika, penyidik telah
menyebut seseorang jadi tersangka misalnya maka logika hukumnya adalah
penyidik sudah menemukan minimal dua alat bukti, sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 184 KUHAP.
Bila itu tidak terpenuhi maka demi hukum dan keadilan, penyidik bisa
dianggap sewenang-wenang. Koreksi atas tindakan penyidik tersebut tiada
lain melalui praperadilan. Pada sisi lain, juga jangan sampai membiarkan
pemahaman kesalahan prosedural, kemudian dianggap menggugurkan
substansi pokok perkaranya.
Pasalnya hal ini akan menjadi preseden buruk penegakan hukum. Pelaku
tindak pidana akan bebas, tidak bisa tersentuh hukum, hanya karena
penyidik lalai dalam penyelesaian legal formalnya.
http://berita.suaramerdeka.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar