TUJUH puluh tahun bangsa ini mencecap kemerdekaan. Keterbentukan
negara yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 itu tidaklah serta
merta. Butuh perjuangan dan pengorbanan tidak sedikit demi lepas dari
cengkeraman penjajah. Bahkan para pendiri bangsa kita saat itu mengalami
kegelisahan dan pergulatan batin. Mereka harus memantapkan diri untuk
berani memerdekakan bangsa ini.
Termasuk ke depannya harus siap memikirkan dan mengelola dengan baik
negara merdeka itu. Berbagai kegalauan yang berkecamuk tentu
membutuhkan pengendapan guna mengambil keputusan atas dasar pertimbangan
matang. Dalam ajaran Hindu, bisa dimaknai sebagai wiweka, guna
menemukan jalan terbaik.
Wiweka dapat diartikan perilaku hati-hati sebelum mengambil keputusan
supaya tindakan yang dilakukan sesuai kehendak Tuhan. Mengambil
keputusan penting yang menentukan nasib dan masa depan bangsa tentu
membutuhkan terang yang tidak semata-mata mengandalkan kemampuan diri.
Menjelang proklamasi dapat dibayangkan para pendiri negara kita
menajamkan intuisi. Melalui wiweka itulah mereka meneliti batin
masing-masing untuk menemukan yang terbaik bagi bangsa ini sebagai
kehendak Tuhan. Pengakuan terhadap hal ini terlihat dalam alinea ke-3
Pembukaan UUD 1945.
Para pendiri negara kita menyatakan keyakinannya bahwa kemerdekaan
ini terwujud atas berkat rahmat Tuhan. Kemerdekaan yang diraih sejak
lama telah menjadi cita-cita luhur bangsa namun bagaimanapun tak bisa
lepas dari kehendak Tuhan. Kesadaran terhadap kehendak Tuhan yang selalu
baik lebih dari sekadar kriteria moral.
Pengelolaan negara ini yang didasarkan pada Pancasila, dengan tegas
mengungkapkan pengakuan terhadap Tuhan YME dalam sila pertama.
Driyarkara dalam telaahnya mengenai Pancasila merumuskan bahwa sila
pertama inilah yang menjiwai sila-sila lainnya.
Sikap kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan seluruhnya
harus didasari oleh kehendak baik yang bersumber dari Tuhan. Episode
wiweka kebangsaan dalam jejak langkah pertama perjalanan republik ini
semestinya jangan berhenti.
Wiweka menawarkan jalan untuk mengatur kehidupan, termasuk hidup
berbangsa dan bernegara. Wiweka merupakan tindakan iman yang
diperhitungkan, dipertimbangkan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Wiweka
diharapkan menjadi jawaban atas tiap persoalan bangsa dewasa ini.
Bahan Refleksi
Sudahkah kini para penyelenggara negara berwiweka sebelum mengambil
keputusan untuk rakyat? Pembukaan UUD 1945 telah mengatur cita-cita
bernegara yang jadi tugas bersama, terutama pemerintah, untuk
mewujudkannya. Dalam usia yang tak lagi muda, 70 tahun, negara ini
sepakat dengan tujuan kesejahteraan rakyat.
Tidak sekadar tercukupinya pangan, sandang, dan papan sebagai
kebutuhan primer namun juga perlindungan atas hak-hak asasi, persamaan
hukum, keadilan, dan demokrasi. Ada berbagai hal yang selama ini
dianggap sebagai kebenaran bagi banyak orang namun tidak mendatangkan
kebaikan. Ini dapat diandaikan karena kebenaran itu tidak diperoleh dari
berwiweka.
Walhasil ada benar yang tidak baik, benar yang tidak bersumber dari
Tuhan. Dewasa ini kegagalan hukum, pengambilan keputusan tanpa pikir
panjang, menjustifikasi sesama penyelenggara negara karena konflik
politis, kemenguatan intoleransi, penghinaan terhadap simbol- simbol
negara, dan berbagai hal kontraproduktif dalam bernegara makin merebak.
Pola berpikir sekenanya yang hanya mengandalkan kehebatan diri dan
kekuatan kelompok lebih ditonjolkan ketimbang berusaha menghadirkan
Tuhan dalam karya. Bukan menghadirkan Tuhan dalam arti sempit, seperti
kecenderungan sekarang ini yang jika mungkin justru menelikung Tuhan
demi pembenaran atas kebenaran yang diyakininya sendiri. Wiweka
kebangsaan bisa menjadi bahan refleksi untuk menemukan kembali kehendak
Tuhan bagi bangsa ini.
Dalam usia yang tidak lagi muda, bukan berarti penyakit dan
kerapuhan makin menggerogoti. Justru saatnya bertambah matang dan dewasa
menghadapi berbagai persoalan. Melalui wiweka kebangsaan berarti berani
berjumpa dengan Tuhan secara sungguh dalam penyelenggaraan negara atas
dasar Pancasila dan UUD 1945.
http://berita.suaramerdeka.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar